–
143 KB – 13 Pages
PAGE – 1 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 1 IMPLEMENTASI PASAL 24 CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (CRPD) TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SRI MUJINAB PEKANBARU TAHUN 2013-2016 Tegar Christopher Yolanda Email: jonoguguns@gmail.com Pembimbing: Drs. Tri Joko Waluyo, M.Si Email: Trijikowaluyo@gmail.com , Trijokowaluyo@unri.ac.id Department of International Relation Faculty of Social Science and Political Science University of Riau Campus Bina Widya Jl.H.R Soebrantas Km 12.5 Simp.New Pekanbaru Phone Fax 0761-63277 ABSTRACT The This study analyzes on how implementation article 24 Convention on The rights of persons with disability about education in SLB Sri Mujinab Pekanbaru. Indonesia has ratified several international conventions as protective measures against human rights for persons with Disability, including the Convention on the rights of persons with disability. In addition, the Government of Indonesia also have formed numerous attempts of protection of human rights and justice for people with Disability, but in fact in Indonesia are still going on against the violations of human rights for persons with Disability, particularly in the field of education. The methods that is used by the writer is the qualitative research. Qualitative research isintends to look at the process of the implementation of article 24 of the CRPD at SLB Sri Mujinab Pekanbaru. Research materials is based on secondary data through the study of literature such as books, internet, and more. The end result of this research is that the implementation of article 24 the CRPD in SLB Sri Mujinab Pekanbaru is very good because it meets the characteristics of education for inclusive and meet the inclusive school characteristics. Moreover, it can also be seen First, implementation of article 24 of the CRPD in Sri Mujinab Pekanbaru,can be implemented, it can be seen from the existence of the facilities and infrastructure that supports the realization of the rights of persons with disability in terms of education, one of the goals of this country become independent is to the intellectual life of the nation, education is a human right, as well as the constitutional rights of citizens which was carried out by the State. Second, the Government’s role in removing discrimination for persons with disability was ratified the Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), as a foundation of the State in ensuring the protection of human rights and fundamental freedoms of persons with disability without discrimination. Key words : CRPD,Human Rights,SLB Sri Mujinab Pekanbaru,Inclusive Education
PAGE – 2 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 2 PENDAHULUAN Hak asasi manusia (human rights) merupakan hak yang melekat pada manusia, dimana manusia juga dikaruniai akal pikiran dan hati nurani 1. Hak asasi manusia bersifat universal yang berarti melampaui batas-batas negeri, kebangsaan, dan ditujukan pada setiap orang, miskin maupun kaya, laki-laki atau perempuan, normal maupun penyandang disabilitas dan sebaliknya. Dikatakan universal karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sebagai norma yang ditujukan bagi pengakuan hak semua orang, maka setiap orang baik sendiri-sendiri maupun kelompok perlu mengenali dasar-dasar hak asasi manusia dan selanjutnya menuntut peningkatan pelaksanaannya. Peletakkan rumusan tentang dasar-dasar hak asasi manusia merupakan bagian dari tujuan sosialisasi. Adapun norma-norma yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga) adalah seperti yang dijelaskan di dalam pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948. Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia membawa konsekuensi negara-negara anggota PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang sebagai 1 Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia , PBHI, Jakarta, 2002, hlm. 7. hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidaknya mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenang-wenang terhadap individu-individu warganya. Berdasarkan deklarasi ini semua negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect),dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap warganya 2. Hak dalam hak asasi mempunyai kedudukan atau derajat utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki, disandang dan melekat dalam pribadi manusia sejak saat kelahirannya. Seketika itu pula muncul kewajiban dari manusia lain untuk menghormatinya. Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai apabila diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan kemauan untuk menegakkan hak asasi manusia dapat menjadi awal masalah. Salah satunya adalah masalah pemenuhan hak-hak bagi penyandang diasabilitas. Karena penyandang disabilitas juga merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya, oleh karena itu anggota- anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan suatu pertemuan dan melakukan perundingan yang kemudian menghasilkan suatu konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas yaitu Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau sering disebut juga 2 Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PAGE – 3 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 3 dengan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas 3. Terdapat hak-hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam konvensi penyandang disabilitas tersebut, yaitu hak hidup, situasi beresiko dan darurat kemanusiaan, pengaturan yang setara di hadapan hukum, akses atas peradilan, kebebasan dan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat, kebebasan dan keamanan seseorang, kebebasan dari eksploitasi, kekerasan dan penganiayaan, perlindungan terhadap integritas seseorang, habilitasi dan rehabilitasi, pekerjaan, standar kehidupan yang layak dan jaminan sosial, partisipasi dalam kehidupan politik dan publik, partisipasi dalam budaya, rekreasi, waktu luang dan olahraga. Hak-hak penyandang disabilitas sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) memperoleh pengaturan secara internasional dalam instrument internasional. Umumnya suatu instrumen HAM internasional yang dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional pada hakikatnya akan mengikat negara, apabila negara tersebut telah menyatakan diri untuk terikat pada suatu perjanjian internasional. Konvensi Hak Penyandang Disabilitas menandai akhir dari sebuah perjuangan panjang oleh orang-orang penyandang disabilitas dan organisasi-organisasi perwakilan mereka untuk diakuinya secara penuh sebagai isu hak asasi manusia, yang dimulai kembali pada tahun 1981, dengan Tahun Internasional 3 A. Masyur Efendi, perkembangan Dimensi HAM dan Proses Dinamika Penyusunan Penyandang Cacat dan Program Aksi Dunia Cacat, diadopsi sebagai hasil tahun itu. TINJAUAN PUSTAKA Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif globalisme. Perspektif globalisme didasarkan pada asumsi bahwa Globalisasi berarti proses dari meningkatnya hubungan diantara masyarakat yang bahkan berada di salah satu bagian di dunia yang semakin lama semakin mempunyai pengaruh pada orang-orang maupun masyarakat yang berada jauh. Berdasarkan pengertian tersebut dapat digarisbawahi mengenai suatu proses, pengaruh, masyarakat dan dunia internasional. Apabila poin-poin itu disinambungkan diperoleh makna globalisasi merupakan suatu proses yang berpengaruh bahkan dapat menggeser perilaku masyarakat internasional yang bahkan terpisah sedemikian jauh jaraknya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan unit analisa individu. Tingkat analisa ini memiliki asumsi bahwa hasil dari pengimplementasian pasal 24 konvensi hak-hak penyandang disabilitas tentang pendidikan tersebut akan dilihat melalui pemenuhan pendidikan inklusif bagi setiap individunya. Level analisis ini berkaitan dengan judul penelitian karena pengimplementasian akan diterapkan kepada setiap individu yang harus dipenuhi haknya berdasarkan kesepakatan yang tercantum didalam konvensi tersebut. Hukum HAM , Galia Utama, Bogor, 2005, hlm.8
PAGE – 4 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 4 Teori Globalisasi Peneliti menggunakan teori Globalisasi. Terdapat empat ciri dasar konsep Globalisasi menurut David Held yaitu 4: 1) Meluasnya hubungan sosial (stretched social relations ) 2) Globalisasi membuat hubungan sosial yang melewat lintas batas negara yang memuat aspek ekonomi, budaya, dan politik. 3) Meningkatnya intesitas komunikasi ( intensification of flows ) : meluasnya hubungan sosial menjadikan komunikasi global semakin meningkat, apalagi dengan maraknya jejaring sosial. 4) Meningkatnya interprenetrasi (increasing interprenetation ) : suatu budaya yang sebelumnya menjadi ciri dan hanya ada di suatu wilayah, juga telah merembes ke wilayah belahan bumi lainnya. 5) Munculnya infrastruktur globa l (global insfratuctur) : pengaturan institusional yang bersifat formal dan informal yang diperlukan agar jaringan global bekerja. Demokrasi akan berkembang lebih baik jika menganut paham kebebasan dalam bernegara. Globalisasi diyakini sebagai pendorong gelombang demokratisasi dunia sekarang ini. Terjadinya dinamika dalam struktur ekonomi-politik global negara- negara berkembang tidak lepas dari 4 Yulius P. Hermawan (ed.), Op. Cit. pengaruh globalisasi. Pengaruh globalisasi ini berdampak pada negara-negara bahwa, negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam ekonomi-politik internasional. Perannya telah digantikan oleh aktor-aktor baru yang bernaung dibawah bendera lembaga-lembaga internasional, perusahaan- perusahaan multinasional, maupun negara-negara yang menganut paham sistem keterbukaan. Konsep HAM Peneliti menggunakan konsep HAM. Menurut John Locke, HAM merupakan hak-hak yang di berikan Tuhan secara langsung karenanya tidak ada kekuasaan yang dapat mencabut hak-hak dasar tersebut, namun bukan berarti setiap orang berhak melakukan suatu perbuatan sekehendak hatinya dan apabila seseorang berlebihan dalam menjalankan hak-hak yang di milikinya tentu akan melanggar hak-hak orang lain yang ada di sekitarnya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa HAM merupakan hasil dari sebuah sistem demokrasi, dimana didalam sistem tersebut hak individu diakui dan dihormati. Karena hanya dinegara yang menganut sistem demokrasilah terdapat pengakuan terhadap HAM dan HAM tersebut dilindungi oleh negara 5. Dalam perspektif internasional, paradigma pendidikan bagi penyandang disabilitas telah mengalami perubahan. Perubahan yang 5 Harifin A. Tumpa , Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di Indonesia , Kencana, Jakarta: 2010, hlm. 51
PAGE – 5 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 5 paling utama adalah orientasi dalam mendefinisikan penyandang disabilitas sebagai obyek formalnya. Mula-mula yang menjadi sasaran pendidikan luar biasa (special education) adalah anak atau peserta didik yang cacat (children with disabilities), dimana anak dilihat dari jenis keterbatasannya seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan sebagainya. Sedangkan pada konsep yang terbaru sasaran pendidikan luar biasa difokuskan pada anak dengan jenis kebutuhan individu dan hambatan belajar yang dialaminya (special needs and barrier to lerning). Sehubungan dengan hal itu pendidikan luar biasa (special education) berubah menjadi pendidikan kebutuhan khusus (special needs education). Dengan paradigma yang baru obyek formal pendidikan luar biasa yang dulu disebut anak luar biasa (ALB) dalam bahasa Inggris disebut disable children atau exceptional chldren bergeser menjadi anak dengan kebutuhan khusus (ABK) children with special needs atau children with special educational needs. Kebutuhan khusus (special needs) ditinjau dari asalnya bisa dari diri sendiri, dari lingkungan, maupun kombinasi dari keduanya, sedangkan ditinjau dari sifatnya bisa bersifat temporer (sementara) maupun permanen (menetap). Berdasarkan pemahaman ini maka sasaran pendidikan luar biasa (special needs education) menjadi luas dimana anak yang memiliki kebutuhan khusus yang terkait dengan hambatan belajar dan perkembangan. Sehubungan dengan pemahaman baru tentang sasaran didiknya, maka pendidikan luar biasa (special needs education) memiliki fungsi untuk mencegah, menangani, dan mengkompensasikan hambatan belajar anak. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu metode dalam proses penyelidikannya meninjau dan membahas objek penelitian terhadap aturan-aturan atau instrumen hukum internasional berkaitan dengan pengaturan mengenai pemenuhan hak- hak penyandang disabilitas berdasarkan Konvensi hak-hak penyandang disabilitas di SLB Sri Mujinab. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan wawancara langsung kepada informan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil. Selain itu juga melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, jurnal, dokumen, makalah, laporan, majalah, surat kabar dan artikel ataupun informasi yang diakses melalui internet. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup dari penelitian ini ialah upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas berdasarkan konvensi hak- hak penyandang disabilitas. Objek penelitian adalah SLB Sri Mujinab, dan penelitian ini ditekankan pada upaya SLB Sri Mujinab untuk memenuhi hak siswa-siswi disabilitas.
PAGE – 6 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif merupakan suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat . Dengan demikian, pendidikan inklusif menjamin akses dan kualitas. Salah satu tujuan utama inklusi adalah mendidik anak yang berkebutuhan khusus akibat kecacatannya dikelas reguler bersama-sama dengan anak- anak lain yang non-cacat, dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya, di sekolah yang ada di lingkungan rumahnya. Secara mendasar konsep dan praktek penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi ABK di berbagai belahan dunia saat ini mengacu kepada dokumen internasional Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi pada Pendidikan Kebutuhan Khusus. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa 6: 1) Prinsip dasar dari sekolah inklusif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajamya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, 6 Sunardi dan Sunaryo, Telaah: Manajemen Pendidikan Inklusif , volume 10 No.2 2011 hlm.186 pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya. Seyogyanya terdapat dukungan dan pelayanan yang berkesinambungan sesuai dengan sinambungnya kebutuhan khusus yang dijumpai ditiap sekolah. 2) Di dalam sekolah inklusif, anak yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus seyogyanya menerima segala dukungan tambahan yang mereka perlukan untuk menjamin efektifnya pendidikan mereka. Pendidikan inklusif merupakan alat yang paling efektif untuk membangun solidaritas antara anak penyandang kebutuhan khusus dengan teman-teman sebayanya. Pengiriman anak secara permanen ke sekolah luar biasa atau kelas khusus atau bagian khusus di sebuah sekolah reguler seyogyanya merupakan suatu kekecualian, yang direkomendasikan hanya pada kasus- kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan atau sosial anak, atau bilahal tersebut diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan atau kesejahteraan anak-anak lain di sekolah itu. Dalam dokumen di atas juga dikemukakan beberapa prinsip dasar inklusi yang fundamental, yang belum dibahas dalam dokumen-dokumen intemasional sebelumnya. Beberapa konsep inti Inklusi yang tercantum dalam Pernyataan Salamanca itu meliputi 7: 7 Ibid.
PAGE – 8 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 8 istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan Sedangkan dalam pasal 2 peraturan tersebut dijelaskan bahw a Pendidikan inklusif bertujuan 9: (1) memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semuapeserta didikyang memiliki kelainan jisik emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan penyelenggaraan pendi dikan yang menghargai keanekara- gaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksudpada huruf a. Pernyataan di atas, menunjukkan bahwa sekalipun secara konseptual pendidikan inklusi mengikutkan semua anak berkebutuhan khusus, tetapi di negara kita lebih banyak dipahami atau ditekankan sebagai upaya mengikutkan anak berkelainan dalam setting sekolah regular. Ciri-ciri Sekolah Inklusif Ciri-ciri sekolah inklusif adalah sebagai berikut 10: 1) Ada beragam siswa dengan segala perbedaannya, termasuk siswa berkebutuhan khusus (ABK). 9 Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif 2) Ada layanan pendukung seperti: guru kelas/mata pelajaran,guru pembimbing khusus /GPK,sarana dan prasarana,sumber informasi, asesmen, konseling, peningkatan kapasitas dan keterlibatan masyarakat. 3) Lingkungan fisik sekolah: mudah dijangkau,bangunan yang memberikan kegunaan,kemudahan,kemandir ian dan keselamatan bagi setiap penggunanya. 4) Lingkungan sosial sekolah: nyaman,ramah,menyenangkan, menarik, memudahkan,saling mengupayakan bantuan,saling memberikan peluang berhasil dengan melihat setiap perbedaan siswa sebagai suatu yang wajar untuk dirangkul,diikutsertakan bukan untuk diejek dan ditinggalkan. Karakteristik Pendidikan Inklusif Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut 11: 1. Hubungan ramah dan hangat: Sebagai contoh untuk anak tuna rungu, guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya. 10 http://temuinklusi.sigab.or.id Diakses pada tanggal 19 Juli 2017 pukul 14.33 11 Ibid .
PAGE – 9 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 9 2. Kemampuan guru: Peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping. 3. Pengaturan tempat duduk: Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain. 4. Materi belajar: Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajaran matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa. 5. Sumber: Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu. 6. Evaluasi Penilaian: Observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai Tujuan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif di indonesi a diselenggarakan dengan tujuan 12: 1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua 12 http://www.eprints.uny.ac.id diakses pada 31 juli 2017 pukul 22.28 hlm. 23 anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. 2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar. 3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah. 4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran. 5. Memenuhi amanat Undang- Undang Dasar 1945 khususnya pasal 32 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara berhak , dan ayat 2 yang berbunyi setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib . Undang- undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan . Undang- undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya pasal 51 yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan/mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
PAGE – 10 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 10 pendidikan biasa dan Implementasi Pasal 24 CRPD di SLB Sri Mujinab Pekanbaru Berdasarkan hipotesa peneliti mengatakan bahwa implementasi pasal 24 CRPD tentang Pendidikan di SLB Sri Mujinab Pekanbaru adalah sangat baik berdasarkan indikator yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu peneliti melakukan analisa lebih lanjut guna memperkuat argumen yang telah peneliti sampaikan. Hasil analisa peneliti ialah sebagai berikut: 1. SLB Sri Mujinab Pekanbaru berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan pihak sekolah yang diwakili oleh Bapak Slamet Hanafi S.Pd mengatakan bahwa pihak sekolah menjangkau seluruh peserta didik baik penyandang disabilitas maupun peserta didik normal. SLB Sri Mujinab Pekanbaru mengakomodasi peserta didik disabilitas dari berbagai jenis hambatan/disabilitasnya. Berikut data peserta didik di SLB Sri Mujinab Pekanbaru: Tabel: Daftar siswa-siswi SLB Sri Mujinab Pekanbaru Tahun Ajaran 2016-2017 sumber: SLB Sri Mujinab Pekanbaru Keterangan: Kelas A: Tuna Netra gangguan pengelihatan. Kelas B: Tuna Rungu gangguan pendengaran. Kelas C-C1: Tuna Grahita gangguan mental (IQ dibawah rata- rata). Kelas D-D1: Tuna Daksa anggota tubuh yang tidak lengkap. Kelas F: Tuna Laras gangguan emosional. 2. Peserta didik penyandang disabilitas yang ada di SLB Sri Mujinab Pekanbaru terdiri dari berbagai jenis hambatan/disabilitas sehingga peserta didik dimasukkan kedalam kelas berdasarkan hambatan/disabilitasnya. 3. Selain untuk mengakomodasi seluruh peserta didik , pemisahan kelas berdasarkan hambatan/disabilitasnya juga bertujuan agar kurikulum dan metode pembelajaran bagi para peserta
PAGE – 11 ============
JOM FISIP V ol. 4 No. 2 – Oktober 2017 Page 11 didik sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. 4. Tenaga pengajar atau guru di SLB Sri Muninab Pekanbaru sebagian besar merupakan lulusan S1 ilmu pendidikan dengan penjurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) maupun Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Oleh karena itu para tenaga pengajar atau guru di SLB Sri Mujinab Pekanbaru memiliki keterampilan khusus dibidang pendidikan seperti memahami dan mampu berbahasa isyarat serta memahami dan mampu membaca tulisan braile. 5. Evaluasi di SLB Sri Mujinab Pekanbaru menggunakan model kurikulum reguler dengan modifikasi, maka penilaiannya menggunakan sistem penilaian reguler yang telah dimodifikasi sekolah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa. Tidak ada yang gagal, jika ada kekurangan atau hambatan yang dihadapi dapat dicari jalan keluarnya sehingga setiap individ u dapat terpantau perkembangannya. 6. Selain itu proses belajar mengajar di SLB Sri Mujinab bervariasi seperti susunan tempat duduk yang berbeda-beda pada waktu tertentu (berbentuk letter U atau O), belajar diluar kelas (lapangan). Selain itu pelajaran tetentu sering menggunakan media gambar atau bercerita. Hal tersebut dilakukan karena pada umumnya bagi penyandang tuna grahita dan tuna laras, mereka cepat merasa bosan dan tidak tahan dengan situasi yang monoton/situasi yang itu- itu saja. Jika menghadapi situasi yang demikian mereka akan merajuk dan tidak ingin melanjutkan pelajaran,sehingga dibutuhkan kecermatan dari para tenaga pengajar atau guru untuk melihat dan memantau situasi dalam proses belajar mengajar. Hasil analisa diatas menurut peneliti memperkuat argumen peneliti bahwa implementasi pasal 24 CRPD di SLB Sri Mujinab adalah sangat baik karena memenuhi karakteristik pendidikan inklusif seperti yang sudah peneliti jabarkan pada bab 3. Hal ini juga diperkuat dengan diperolehnya akreditasi A untuk SDLB dan akreditasi B untuk SMPLB. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi pasal 24 CRPD di SLB Sri Mujinab Pekanbaru sangat baik karena memenuhi karakteristik pendidikan inklusif serta memenuhi ciri-ciri sekolah inklusif. Selain itu dapat dilihat pula: Pertama, implementasi pasal 24 CRPD tentang pendidikan bagi penyandang disabilitas di SLB Sri Mujinab Pekanbaru, dapat dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari adanya sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya hak penyandang disabilitas dalam hal pendidikan, salah satu tujuan negara ini merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, pendidikan merupakan hak asasi manusia, sekaligus hak konstitusional warga negara yang dilaksanakan oleh negara. Kedua, peran pemerintah dalam menghapus diskriminasi bagi penyandang disabilitas adalah meratifikasi Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), sebagai dasar negara dalam menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia dan
143 KB – 13 Pages